Merdeka Belajar : Menjadi Sutradara Pendidikan, Membangkitkan Potensi dalam Pembelajaran yang Dinamis

Merdeka Belajar : Menjadi Sutradara Pendidikan, Membangkitkan Potensi dalam Pembelajaran yang Dinamis

Oleh : Isnaini Budi Yanthi

Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Kota Tebing Tinggi

Pernahkah mendengar kata “Panggung Sandiwara” ? Dalam sebuah pementasan atau panggung pertunjukkan, setiap elemen dari penataan panggung, kostum, skenario, hingga penampilan aktor memiliki peran yang vital dalam menyampaikan cerita secara kuat dan menggerakkan emosi penonton. Kurikulum merdeka pun demikian, setiap elemen seperti materi pembelajaran, metode pengajaran, serta pengalaman belajar peserta didik adalah bagian penting dari pementasan tersebut. Seperti sutradara yang memimpin pementasan dengan visi yang kuat, pendidik bertanggung jawab memandu peserta didik melalui perjalanan belajar yang mendalam dan memikat, memungkinkan mereka untuk menemukan potensi dan mengalami transformasi secara pribadi. Dalam kurikulum merdeka, setiap peserta didik adalah aktor atau pemeran utama dalam pementasan pendidikan mereka sendiri, dengan kebebasan untuk mengeksplorasi, menciptakan, dan memainkan peran mereka dengan sepenuh hati.

Sebuah Madrasah Ibtidaiyah Negeri berlokasi di Tebing Tinggi adalah tempat dimana saya memulai perjalanan saya sebagai Sutradara Pendidikan. Naskah atau skenario yang akan difilmkan diibaratkan sebuah kurikulum. Kita dapat melihat bagaimana kurikulum menjadi “panduan” untuk menciptakan pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi peserta didik, sama seperti naskah yang menjadi dasar bagi proses pembuatan sebuah film yang menginspirasi dan mempengaruhi penontonnya. Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum yang digalakkan saat ini. Kurikulum ini menekankan pada kemandirian dan kebebasan peserta didik dalam mengembangkan potensinya. Analoginya, peserta didik tidaklah seperti kertas putih kosong, melainkan kertas putih dengan tulisan samar-samar. Peran seorang guru dalam konteks ini adalah untuk menebalkan tulisan tersebut, membimbing peserta didik agar tumbuh menjadi individu yang handal. Meskipun menekankan pada kebebasan dalam mengeksplorasi minat dan bakat, tetap ada aturan yang mengaturnya. Ini memastikan bahwa kebebasan yang diberikan masih dalam kerangka yang terkendali dan berlandaskan nilai-nilai yang diperlukan untuk membangun karakter dan moralitas peserta didik.

Frame Menantang Sang Sutradara

Di dalam kelas yang hening, peserta didik duduk dengan mata yang mulai mengantuk, wajah- wajah lugu mereka mencerminkan kebosanan yang mendalam. Itulah gambaran dalam ruang kelas ketika guru mengajarkan dengan monoton. Semangat belajar yang tadinya menyala- nyala kini padam dan digantikan dengan rutinitas monoton. Peserta didik akan kehilangan rasa ingin tahu, ketika seorang guru hanya menghabiskan waktu menulis atau mencatat di papan tulis, peserta didik akan melihat tulisan di papan tulis itu sebagai sesuatu yang tidak berarti, terutama bagi mereka yang sudah kehilangan minat dan motivasi dalam pembelajaran. Oleh karena itu, sangat penting bagi sutradara (guru) harus menghadirkan adegan yang menarik dan memikat perhatian penonton, atau dalam konteks ini, membuat suasana kelas menjadi lebih hidup dan menarik bagi peserta didik. Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang dinamis, kreatif dan interaktif.

Penerapan Kurikulum Merdeka Belajar dapat diibaratkan sebagai cara sutradara menghadirkan twist dalam plot cerita. Melalui pembelajaran berdiferensiasi, peserta didik diberi kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka sendiri. Ini seperti membagi adegan menjadi beberapa subplot yang masing-masing menarik perhatian penonton dengan cara yang unik. Dimana, peserta didik akan dikelompokkan sesuai dengan gaya belajar, kecepatan pemahaman mereka dalam menerima pelajaran, minat mereka pada mata pelajaran, dan tingkat keterampilan peserta didik. Sehingga, di dalam satu ruangan terdapat beberapa kelompok belajar.

Saya juga mengaitkan hal ini dengan semboyan bangsa kita “Berbeda- beda tetapi tetap satu jua”. Apa maksud dari semboyan ini tidak lah diartikan dengan pebedaan suku. Tetapi, maksudnya adalah walaupun berbeda- beda tingkat pemahamannya, minat, dan kecepatan belajarnya, tetap satu jualah tujuannya. Apa itu? Belajar untuk masa depan yang lebih bermakna. Dengan demikian, setiap adegan atau kelompok belajar dalam drama tersebut memiliki peran yang sama pentingnya dalam menggerakkan plot ke arah tujuan akhir yang sama.

Ketika materi pelajaran melekat pada peserta didik melalui pembelajaran yang bermakna, hal ini seperti adegan yang meninggalkan kesan mendalam pada penonton. Peserta didik tidak hanya menghafal fakta, tetapi mereka juga memahami dan menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan nyata, menciptakan pengalaman belajar yang lebih berkesan dan relevan bagi masa depan mereka. Dengan demikian, sang sutradara (guru) berhasil mengubah suasana kelas menjadi lebih hidup, membawa peserta didik ke dalam petualangan belajar yang penuh warna dan berarti.

Adegan Pilihan Aktor

Dalam konteks evolusi pendidikan, banyak model pembelajaran telah diusulkan dan diimplementasikan untuk meningkatkan pengalaman belajar peserta didik. Namun, di antara berbagai pendekatan yang tersedia, satu model yang terus menonjol yang paling sesuai dan efektif dengan merdeka belajar adalah model pembelajaran berbasis proyek (PJBL).

Model pembelajaran berbasis proyek dapat dibandingkan dengan peran seorang sutradara dalam proses pembuatan film. Guru berperan sebagai sutradara yang memimpin proses pembelajaran. Mereka tidak hanya mengajar materi pelajaran, tetapi juga memfasilitasi peserta didik dalam menjalankan proyek-proyek yang relevan dan bermakna, memberikan arahan, umpan balik, serta mendukung kolaborasi dan kreativitas peserta didik. Dengan demikian, model pembelajaran berbasis proyek dapat diibaratkan sebagai sebuah “produksi” di mana guru bertindak sebagai sutradara yang mengarahkan peserta didik untuk menciptakan karya pembelajaran yang bermakna dan berkesan.

Pengalaman belajar saya dalam mendalami model pembelajaran berbasis proyek (PjBL) menjadi lebih mendalam ketika MIN 1 Tebing Tinggi ditunjuk sebagai Madrasah Pilotting dalam Implementasi Kurikulum Merdeka. Saya bersama dengan salah satu rekan saya dipercayakan mewakili madrasah untuk mengikuti pelatihan IKMBK (Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Komunitas) tersebut. Kegiatan dipantau lebih kurang enam bulan ( satu semester). Melalui pelatihan tersebut, kami berbagi tentang tahapan pelaksanaan PjBL. Menyusun modul ajar dan modul proyek agar menarik minat peserta didik dalam proses pembelajaran.

Tarian Sa(b)tu Semester

MIN 1 Tebing Tinggi menyusun sebuah modul projek yang disebut Modul P5 PPRA (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamin). Dimana, pelaksanaannya kami ambil berbentuk Ko-kurikuler, projek dirancang secara terpisah dengan intrakurikuler. Projek dilakukan dengan menggunakan beberapa tema yang telah ditentukan. Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamin dikemas dalam beberapa projek dalam satu tahun pelajaran dengan pengalokasian waktu 20-30% dari total jam pelajaran untuk projek. Pembelajaran berbasis projek ini banyak memberi ruang merdeka bagi anak maupun guru. Namun pembelajaran berbasis projek ini bukan merupakan pembelajaran yang sederhana, projek perlu dirancang dengan seksama. Projek harus kontekstual, relevan dan sesuai dengan sumber daya dan lingkungan setempat, bisa jadi projek di suatu madrasah, sangat berbeda dengan projek di madrasah lainnya karena minat anak dan konteks lingkungan yang berbeda.

Semester ganjil, kelas V MIN 1 Tebing Tinggi mengangkat projek dengan tema Bhineka Tunggal Ika dan topik yang dipilih adalah Penampilan Keberagaman Daerah yang dilaksanakan pada hari sabtu setiap pekan. Dikarenakan di Kota Tebing Tinggi banyak suku dan budaya, kami mengangkat salah satu tari dari Melayu yaitu Tari Zapin. Tari Zapin adalah salah satu warisan budaya yang penting bagi masyarakat Melayu, dan terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya mereka.

Awalnya, respon anak- anak sangat bervariasi. Beberapa antusias dan senang, sementara yang lain merasa tidak nyaman atau malu untuk menari. Bahkan, beberapa orang tua peserta didik merespon bahwa anak laki-lakinya tidak memiliki kemampuan menari.  Namun, di tengah berbagai respon tersebut, sang sutradara harus memiliki keterampilan agar mampu mengubah pandangan dan minat anak-anak terhadap tarian Zapin.

Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Sang sutradara memberikan perhatian dan bimbingan yang dibutuhkan. Dia memberikan waktu dan ruang bagi anak-anak untuk belajar, dan menunjukkan metode yang efektif untuk mereka menekuni setiap adegan dalam tarian. Melalui bimbingannya yang berpengalaman, lahirlah penari-penari cilik yang mahir dalam menari Zapin. Meskipun begitu, tetap ada beberapa peserta didik yang tidak tertarik untuk menari. Untuk mereka, sang sutradara memberikan alternatif dengan mengajarkan teknik menggambar Perspektif dan tiga dimensi. Hal ini memungkinkan mereka untuk tetap terlibat dalam seni, meskipun bukan dalam bentuk menari. Ini juga menekankan bahwa setiap anak memiliki potensi untuk berkembang dalam bidang yang sesuai dengan minat dan bakatnya, asalkan mereka diberikan kesempatan dan dukungan yang tepat.

Menerangi Masa Depan

Di puncak pementasan, kita melihat peserta didik yang terinspirasi dan termotivasi. Mereka tidak hanya menghafal fakta, tetapi juga memahami dan menerapkan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan nyata. Tarian yang mereka pelajari sering ditampilkan di madrasah dalam upacara- upacara hari besar nasional. Kurikulum Merdeka Belajar telah membantu mereka menemukan arti sejati dari pendidikan: mempersiapkan diri untuk masa depan yang cerah dengan pengetahuan yang mendalam dan keterampilan yang relevan.

Sebagai sutradara pendidikan, tugas kita bukan hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga membawa inspirasi dan motivasi kepada setiap peserta didik. Dengan Kurikulum Merdeka Belajar, kita memiliki kesempatan untuk menciptakan aksi yang menggugah jiwa dalam setiap ruang kelas. Mari bersama-sama mengangkat tirai pendidikan yang baru, di mana setiap peserta didik dapat menemukan peran mereka dalam menyuarakan cerita mereka sendiri.