“ON-SUPERBILING”  SOLUSI PENDAMPINGAN BAGIGURU BIMBINGAN DAN KONSELING

“ON-SUPERBILING”  SOLUSI PENDAMPINGAN BAGIGURU BIMBINGAN DAN KONSELING

Oleh : Lidya Ardiyan, M.Psi

Pengawas SMP, Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang

Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dianggap memiliki kinerja rendah dan sering kali tidak dianggap sebagai Sumber daya manusia yang potensial di lingkup kerjanya. Padahal seharusnya guru BK menjalankan fungsi dan tugasnya di sekolah dan kinerjanya menjadi salah satu kunci keberhasilan program di sekolah. Guru BK seharusnya mampu melakukan tugasnya sebagai bagian dari dukungan sistem sekolah dan mempermudah tugas guru-guru lain dan kepala sekolah dengan “senjata” berupa rangkaian asesmen yang digunakan dalam pemetaan kondisi siswa (bakat, minat, gaya belajar, dan lain-lainnya).

Untuk itu menegaskan masalah yang terjadi di lapangan, Saya menyebarkan Survey melalui Google Form untuk memastikan beberapa hal seperti dukungan dan keterampilan apa yang dimiliki dan dibutuhkan guru BK dalam melaksanakan tugasnya. Dan menemukan beberapa fakta menggelitik terkait guru BK saat ini diantaranya, Pertama, pekerjaan jadi guru termasuk BK itu sekarang masuk kategori high pressure low revenue. Guru BK menerima banyak tuntutan dari sekitarnya untuk menjadi andalan terutama dalam pemetaan siswa dan penyusunan visi, misi dan  program yang berdampak pada siswa. Kondisi kekurangan formasi guru BK yang hampir merata diseluruh pelosok membuat beban kerja guru BK juga berlipat. sementara itu disisi lain, bagi banyak guru BK dengan status honorer, mereka mengalami kesenjangan ekonomi, dimana guru lain menerima gaji sesuai jumlah jam yang diampu, guru BK dianggap tidak memenuhi jam ini dan terkadang terpaksa untuk mengampu mata pelajaran lain, demi honor cair. Kedua, guru BK di Indonesia sebagiannya masih berhadapan dengan dilema antara pemenuhan kualifikasi dasar: S1 BK dan non BK dengan hasrat memenuhi fungsi BK untuk anak, dan angka case dilema ini makin besar seiring pensiun massal dan lambatnya rekrutmen guru BK baru. Ketiga, Guru BK di Indonesia sebagian besar tidak mendapatkan dan juga tidak berinisiatif untuk mengupayakan pengembangan diri setelah 3-8 tahun bertugas. sebagian besar guru BK masih mengandalkan ilmu atau memori selama kuliah yang tidak sempat dikembangkan.

Melalui hasil survey yang saya lakukan ini ada beberapa hal yang terungkap terkait kinerja guru BK, khususnya di kabupaten Deli Serdang tempat saya bertugas. Pertama, Guru BK dari sudut pandang kepala sekolah tidak menunjukkan kinerja yang baik, terlihat sering “berpangku tangan” di ruang BK dan “ngerumpi”. Sering keluyuran juga di jam pelajaran, dan tidak ada di ruangan saat disambangi. Namun nilai Penilaian Kinerja Guru (khususnya yang berstatus PNS) rata-rata dalam kondisi baik. Dan Pengawas BK tidak pernah bertemu kepala sekolah dalam 2 tahun terakhir. verifikasi PKG yang dilakukan pengawas hanya sekedar tandatangan dan diantarkan oleh guru ke pengawas. Kedua, Sebagian guru BK mengeluhkan tidak mendapatkan waktu untuk layanan klasikal terjadwal seperti guru mapel lainnya, dan mendapatkan dukungan fasilitas dan kerjasama yang minim baik dari kepala sekolah maupun dari pengawas (dibawah 50%). dan juga tidak mendapatkan pelatihan dan pengembangan diri yang memadai. Ketiga, Jumlah Pengawas BK hanya 3 orang berbanding dengan 258 guru BK yang terdaftar di dapodik, sehingga rasio pengawas dan guru adalah 1:86, membuat pengawas kewalahan dalam membagi waktu dan tenaga untuk melakukan supervisi kepada para guru asuhannya.

Temuan-temuan ini membawa saya pada simpulan bahwa peran pengawas dalam berkoordinasi dengan kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi (khususnya akademik) kepada para guru BK masih sangat rendah sehingga berdampak pada kinerja guru BK. Karena dalam Implementasi Kurikulum merdeka ini, tugas pengawas juga berubah menjadi pendamping dalam peningkatan kualitas pembelajaran, dalam BK tentunya kualitas layanan BK. Masalah peningkatan kinerja guru BK dan juga bagaimana membina kerjasama dengan pihak-pihak lain dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya menjadi hal yang digarisbawahi dalam penelitian ini. 

Dari sisi teori kinerja, saya menemukan bahwa tinggi rendahnya kinerja seorang pegawai tentunya ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung ataupun tidak langsung. Faktor tersebut diantaranya adalah kemampuan dan motivasi yang bisa diperoleh dari diri sendiri maupun dari dukungan orang lain. Kinerja merupakan titik akhir dari sumber daya manusia dan lingkungan tertentu yang berpadu, dengan tujuan menghasilkan hal-hal khusus melalui produk berwujud dari layanan yang kurang nyata. Sejauh interaksi ini menghasilkan hasil tingkat dan kualitas yang diinginkan pada tingkat biaya yang disepakati, kinerja akan dinilai memuaskan, baik atau luar biasa. Dan sebaliknya jika hasilnya mengecewakan karena alasan apapun, kinerja akan dianggap buruk atau kurang. maka dari itu disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang.

Masih terdapat guru yang belum mampu mengimplementasikan perangkat pembelajaran yang telah dibuatnya dalam proses pembelajaran, bahkan masih ada yang belum mampu membuatnya, sehingga kegiatan pembelajaran berjalan tanpa konsep yang jelas atau keluar dari konsep yang telah dibuatnya. Kenyataan yang terjadi, belum seluruhnya guru memiliki motivasi untuk mengembangan kemampuannya sehingga pembinaan dan program pengembangan profesional guru amat penting dilaksanakan.

Mengingat kembali tujuan pelaksanaan supervisi akademik yaitu membantu guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-muridnya. Pembinaan terhadap guru baik melalui workshop, penilaian kinerja guru, diskusi dan supervisi harus terus menerus dilakukan agar kinerja guru meningkat. Supervisi diartikan sebagai aktivitas yang menentukan kondisi atau syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Supervisi juga menjadi bagian penting dalam menjaga Kinerja guru, dalam hal ini khususnya supervisi akademik.

Supervisi didefinisikan sebagai segala bantuan pengawas sekolah, yang tertuju kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru personil sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses administrasi pendidikan yang ditujukan terutama untuk mengembangkan efektifitas kinerja personalia sekolah yang berhubungan dengan tugas-tugas utama pendidikan. Supervisi merupakan suatu bagian yang penting dalam pendidikan, supervisi mengandung arti yang luas namun intinya yaitu sama yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran, mengembangkan terhadap kemampuan profesionalismenya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

Ragam data hasil penelitian saya temukan di sepanjang perjalanan riset kecil ini, mulai dari temuan bahwa dukungan sosial supervisor, rekan sejawat dan keluarga yang mendukung kinerja, ragam supervisi melalui kegiatan pembinaan terbukti dapat meningkatkan kinerja dan pemahaman guru akan tugasnya dalam memfasilitasi pembelajaran, penyusunan portofolio bukti kinerja yang mendorong kinerja, hingga supervisi melalui aplikasi online yang mampu mendukung guru meningkatkan keterampilan profesional dan kinerja.

Inilah yang mendorong saya melakukan pengembangan model supervisi, dengan memberdayakan akun belajar.id. Supervisi Ilmiah non direktif menjadi solusi yang saya sarankan dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi Guru BK di Kabupaten Deli Serdang. Model Ilmiah saya pilih karena cenderung lebih objektif dan bisa menjaring informasi atau data dan menilai kinerja guru dengan menyebarkan instrumen tertentu. model ini juga memberikan refleksi pada guru sebab instrumen juga akan diisi oleh siswa, rekan kerja dan kepala sekolah sehingga memvalidasi bahan penilaian supervisor, yaitu Pengawas Sekolah. Sementara pendekatan non direktif saya ajukan melalui bantuan fasilitas Google Suite for education melalui akun belajar.id yang dimiliki semua guru, admin sekolah dan pengawas sekolah. Timpangnya rasio pengawas dan guru BK yang diasuh 1:86, juga menjadi alasan saya mengambil pendekatan direktif secara daring. Fitur yang digunakan dalam dalam pelaksanaan Supervisi akademik ilmiah non direktif ini antara lain Google Classroom, Google Site, Google Drive, Google Form, Google Document, Google Sheet, dan Google Meet.

Model supervisi ini saya namai “On Superbiling” (Online Supervisi Bimbingan Konseling), Pengawas sekolah akan menyusun instrumen penilaian supervisi dan refleksi dan membagikannya kepada para guru asuhannya melalui Google Classroom yang terstruktur. Mulai dari pengumpulan laporan analisa kebutuhan, Program Layanan BK, video pelaksanaan layanan, laporan pelaksanaan layanan, hingga evaluasi pelaksanaan layanan BK dilakukan melalui Google Classroom. Kemudian membagikan Instrumen supervisi (berupa refleksi dan umpan balik dari para rekan sejawat, siswa dan kepala sekolah dari guru yang diasuh) melalui Google Sites dan Google Form. Kemudian Pengawas bisa membuat jadwal pemberian umpan balik dan bimbingan supervisi tatap maya dengan para guru sesuai jadwal yang disepakati melalui Google Meet.

Setelah satu semester saya melaksanakan pendekatan supervisi ini dengan harapan dapat meningkatkan kinerja guru BK, dan dapat mengatasi masalah yang dihadapi dengan tepat. Hasil yang saya peroleh dari on superbiling ini terbukti dapat membantu dalam melaksanakan manajemen supervisi yang dilakukan, dan mampu mencukupi beberapa hal mulai dari pelaksanaan supervisi akademik sudah sesuai dengan prosedur yaitu melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, pelaksanaan supervisi akademik mempunyai peran dalam proses pelaksanaan program layanan BK di sekolah, dengan hasil guru mampu menyusun Program Layanan dengan benar, RPL dengan benar, menggunakan dan memanfaatkan media layanan secara tepat dan baik, kendala yang dihadapi selama pelaksanaan supervisi akademik yang berkaitan dengan keterbatasan waktu dan SDM Pengawas BK bisa terbantu dengan on-superbiling ini.

Walaupun awalnya banyak guru yang mengeluh dan membandingkan apa yang saya lakukan dengan pengawas lain yang santai tidak menuntut apa-apa, namun akhirnya para guru terbiasa melakukan on-superbiling ini. Keterampilan TIK mereka juga meningkat, sekarang mereka mampu untuk menghadiri pembinaan dan webinar yang saya adakan melalui google meet, mampu masuk dan mengikuti kelas online di Google classroom, bisa membuat bahan presentasi layanan dengan google slide maupun menyusun laporan aksi nyata pelatihan mandiri di PMM, menyusun asesmen dengan google form, membaca dan berbagi hasil asesmen dengan rekan sejawat melalui google sheet. Dan semua hal ini membuat saya bangga, beberapa guru bahkan mampu menularkan keterampilan TIK ini kepada rekan lainnya, bahkan tidak lagi kagok saat harus melakukan pengelolaan kinerja guru di PMM karena sudah terbiasa.

Dan kita sama-sama percaya bahwa yang dikatakan oleh Mas Nadiem benar adanya, bahwa teknologi tidak dapat menggantikan peran guru, namun guru yang tidak menguasai teknologi akan tergantikan. Mari terus belajar wahai guru Indonesia, jangan berhenti dan tertawan dengan rasa malas. Bergerak serentak, lanjutkan merdeka belajar.