Oleh : Roy Siagian
SMP Negeri 1 Siantar Narumonda, Kota Pematang Siantar
Terkesan sedikit klise barangkali jika kita mengupas persoalan jongkok dan berdiri untuk menyoal persoalan guru dan segala intrik yang mewarnainya. Namun bagaimanapun, penerimaan hati yang tulus adalah hal mendasar yang harus dimiliki guru. Mau tidak mau, ini keharusan. Guru sebagai insan yang ke dalam tangannya dipercayakan masa depan anak- anak bangsa. Guru di atas baris adalah sebuah standar yang harus dijalankan di saat Kurikulum Merdeka memasuki tahun keempat. Kolaborasi sebagai kunci menjadi nyawa percepatan pencapaian pembelajaran yang memerdekakan guru dan murid. Tulisan ini menyoal pentingnya memimpin perubahan kepercayaan diri guru dalam membaurkan diri dengan teknologi untuk dimanfaatkan sebagai sarana menjalankan profesionalismenya. Penekanan utama diletakkan pada pentingnya pemimpin pembelajaran untuk meyakinkan guru untuk bersedia belajar dan memanfaatkan teknologi digital. Dan percayalah, tulisan ini, meski dengan jongkok-berdirinya tidak akan pernah klise.
Pesatnya kemajuan teknologi tidak dapat dihindari di bidang pendidikan. Tidak bisa dipungkiri, pemanfaatan teknologi ini menjadi momok menakutkan bagi guru dan lebih menantang bagi murid. Di saat bersamaan pemanfaatan teknologi sangat diminati dan dinikmati oleh murid mulai dari PAUD hingga universitas. Hal menarik tentunya, kemudahan yang ditawarkan teknologi tak terbendung. Waktu belajar memanfaatkan teknologi yang tak terbatas melalui telepon genggam menjadi santapan anak-anak saat ini.
Persoalannya, dalam penggunaannya, dampak positif harus dimanfaatkan dan dampak negatif diminimalisir. Salah satu contoh aplikasi yang sangat membantu pembelajaran bagi murid dalam belajar adalah “Chat GPT”. Di sisi lain apabila tidak dibimbing tentang pembelajaran yang bermakna bagi murid, aplikasi ini dapat disalahgunakan.
Di saat aplikasi pembelajaran setiap hari diperbarui, guru juga harus tetap mengikuti ritme perubahan. Guru di atas baris akan dialamatkan kepada pribadi yang bersedia dan tidak menyerah dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran. Rasa enggan dan merasa tidak mampu yang dipengaruhi berbagai hal; katakanlah umur yang tidak muda lagi sebagai alasan yang dijadikan momok dan dalih sebagian guru untuk membenarkan dirinya untuk tidak benar. Sementara jika guru tersebut berusaha mengabaikan tanggung jawab tersebut, lantas akan menjadi tanggung jawab siapakah dilema pemanfaatan Chat GPT tersebut? Realitas yang seharusnya terjadi guru diharapkan mampu terlebih dahulu telah memerdekakan dirinya untuk kemudian merangkul murid menjadi murid merdeka pula. Guru akan memerdekakan anak yang selama ini berada dalam tanggung jawabnya dan mampu berkata,“Iya, saya siap!” tanpa tedeng aling-aling, tanpa momok, dan tentu tak berdalih dengan alasan-alasan klise yang sama sekali tidak relevan.
Sekolahku, SMP Negeri 1 Siantar Narumonda adalah berkat luar biasa sebagai wadah yang dipercayakan untukku berkreasi dengan performa terbaik yang bisa kulakukan. Meski hanya terletak di daerah pinggiran kota, sekolahku terpilih sebagai sekolah penggerak dan menjadi tonggak awal untuk samakan derap langkah memperbaiki pembelajaran bersama 28 guru yang siap bergandengan bersama, meski dengan segala kekurangan dan keterbatasan baik soal kompetensi pun soal sarana dan prasarana yang tersedia.
Sebagai kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran, aku percaya mampu menggerakkan roda perubahan di lingkungan sekolah. Tuntutan perubahan paradigma berpikir tentang pembelajaran bermakna yang sesungguhnya adalah dengan menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan dengan beracuan pada pengembangan kompetensi tiap-tiap murid meski dengan perbedaan kebutuhan belajar yang sangat beragam.
Untuk mengisahkan kisah ini lebih jauh, aku mencoba memberi penganalogian kondisi ini dengan permainan anak-anak di desa Narumonda dengan nama permainan “Marsilelean” yang sangat representatif untuk menggambarkan terdapat dua pilihan menjadi guru; “berdiri” atau “jongkok”. Permainan ini dimainkan oleh beberapa orang anak. Seorang anak akan bertugas mengejar teman-temannya. Ketika anak posisi duduk, dia tidak dapat ditangkap atau disentuh. Anak lain yang berdiri boleh bergerak bebas dan menghindari penjaga. Seorang anak yang berdiri dapat membantu temannya yang duduk dengan menyentuhnya. Guru dapat memilih posisi “duduk saja” yang mewakili posisi paling nyaman dan tidak ada pergerakan lain untuk dirinya apalagi untuk membantu orang lain, terutama murid. Pilihan kedua adalah “Berdiri” untuk menggambarkan peran guru menjadi pemimpin perubahan yang berperan sebagai pengubah, penolong, dan penggerak yang menggerakkan. Posisi nyaman adalah pilihan ternyaman untuk tidak bergerak dari zona aman.
Sebenarnya analogi posisi duduk dipilih oleh seorang guru bukan karena tidak mampu. Tidak bisa kita katakan tidak bahwa pandemi Covid-19 yang lalu menempatkan posisi sebagian guru tertinggal dari ketermajuan. Di saat guru masih diajari membuka ruang meeting zoom dan membagikannya, murid sudah belajar mengedit video dan buat konten digital. Waktu yang khusus disisikan bagi gawai menumbuhkan bilur kebersamaamn anak dengan aplikasi baru android.
Hal lain yang dapat dikaitkan barangkali guru juga butuh motivasi dan dampingan dari kepala sekolah sebagai pimpinannya. Sesungguhnya guru selalu berniat untuk memberikan yang terbaik untuk muridnya dan tentu meski tak selalu bisa memberikan hal-hal spektakuler, guru tentu mengamini segala kebaikan bagi muridnya.
Tapi realitasnya, selalu adanya penolakan perubahan yang dilakukan oleh guru yang memilih jongkok ini pula. Guru yang tetap mempertahankan pola belajar dan mengajar yang lama, yang menganggap pola baru yang merdeka ini tidak efektif dengan bukti yang dianggap konkrit dari sisi yang maya. Jika posisi ini tidak segera dicoaching, maka sama saja dengan membiarkan guru terjajah dan Merdeka Belajar hanya akan menjadi isapan jempol semata.
Menurut Tianti (2018) pemahaman tentang model pembelajaran yang baru dan sesuai perkembangan zaman merupakan entitas penting yang dipersiapkan guru untuk memaksimalkan proses pembelajaran di kelas yang jauh lebih bermakna dan menyenangkan melalui pelibatan-pelibatan pemecahan masalah nyata di sekitar mereka. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan murid dalam melakukan investigasi dan memahaminya. Mengingat bahwa masing-masing murid memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada murid untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata dan hal ini akan memberi kesempatan bagi guru untuk merancang pembelajaran kontekstual dan mudah diterapkan kepada murid. Dengan PjBL, guru dapat memetakan bakat dan potensi murid untuk dipadukan dalam kelompok proyek. Pemilihan diferensiasi produk pada PjBL memberikan kesempatan berkolaborasi dan saling melengkapi pada kelompok proyek. Artinya, model pembelajaran ini sangat ideal diterampak dalam penerapan Kurikulum Merdeka yang menekankan pada pelibatan dan pemecahan masalah kontekstual pada kehidupan nyata murid.
Pengalaman belajar Bersama di SMP Negeri 1 Siantar Narumonda dalam mendalami model pembelajaran berbasis proyek (PjBL) kami lakukan di komunitas belajar. Melalui in house training kami berbagi bagaimana tahapan pelaksanaan PjBL. Menyusun modul ajar yang memerdekakan guru dan murid merupakan hal yang menarik. Hal ini terbukti dari pelaksanaan IHT yang semangat dan aktif. Kata cukup dalam belajar adalah hal yang ditolak oleh guru. Rasa ingin semakin merdeka dari lingkungan yang terjajah, guru dengan sepakat merencanakan kembali melaksanakan webinar dengan tema “PjBL dengan Pendekatan STEAM”.
Keengganan dan rasa tidak kompak dengan pembelajaran baru terkadang dialami sebagian kecil rekan guru. Kolaborasi dan pendekatan secara pribadi dengan situasi yang tenang dilakukan untuk mempercepat kapal perubahan bernama “Merdeka Belajar” mengibarkan layarnya.
Supervisi terkadang dianggap sebagai momok menakutkan. Padahal sebenarnya supervisi bagaimanapun bukan sekadar langkah untuk memetakan kemampuan pun memberi label atau punishment kepada guru. Lebih dari itu supervisi merupakan saat yang tepat untuk mengajak guru membangun percakapan bermakna untuk berefleksi apa hal-hal pengajaran yang sudah baik, yang harus ditingkatkan, dan yang sudah berdampak baik kepada murid. Artinya, supervisi merupakan pemetaan posisi untuk merencanakan rencana aksi ke depan yang akan melahirkan kelas-kelas merdeka belajar yang jauh lebih bermakna dan mampu membawa murid ke dalam semesta riang-gembiranya belajar di kelas.
Menciptakan pra supervisi yang tidak berjarak dan menyenangkan adalah suatu hal yang harus dilakukan pimpinan. Supervisi dengan pendekatan coaching adalah sebuah metode yang sangat efektif apabila dijalankan dengan runut dan benar.
Waktu melakukan supervisi klinis Ibu Kenny, aku tertegun dengan design pembelajaran berbasis proyek yang dilaksanakan Bersama kelas VII-d. Mereka bermain dengan senam berirama. Anak anak manis itu langsung berkumpul di kelompoknya yang sudah dibagi sebelumnya. Sejenak aku terkesima membayangkan suasana yang terekam di sana.
Kami Menjadikan Rapor Mutu Pendidikan sebagai acuan menyusun program dan berdasarkan eksplorasi konsep. Salah satu inovasi bermuatan teknologi dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang beragam. Kemampuan literasi dan numerasi yang masih pada posisi sedang, menjadi target capaian kami tentunya. Ketika melakukan supervisi yang melegakan dada tersebut, ada komitmen bahwa kami keluarga besar bersama komunitas belajar di SMP Negeri 1 Sinar siap bersinar. Kami siap untuk berdiri dari jongkok yang menyandera korban untuk tidak memerdekakan hati yang terjajah oleh kolonialisme pendidikan.
Referensi:
Rosinda, Tianti Y. 2018. Model Pembelajaran Proyek (PBP) dan Penerapannya dalam Proses Pembelajaran di Kelas. Bandung: Deepublish.
Biodata Penulis
Roy Siagian, Kepala Sekolah SMP N 1 Siantar Narumonda, Guru Penggerak angkatan 4, Kepala sekolah penggerak angkatan 3, kepala sekolah inovatif tahun 2023.
“Saya sangat menikmati profesi sebagai guru dengan prinsip bermanfaat bagi orang lain. Kebanggaanku ketika melihat siswaku menangis pada saat dipanggil menjadi pemenang.”