PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI YANG MEMERDEKAKAN

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI YANG MEMERDEKAKAN

Oleh : Aisyah Sinaga

SD Negeri 060947 Tanjung Mulia Medan

Setiap murid  memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Sebagai guru merdeka, pasti bisa memenuhi segala kebutuhan belajar murid tersebut. Anak yang dilahirkan ke dunia, bukan seperti kertas kosong yang hanya dikasi pelajaran, lalu ia terima, dan dinilai guru, setelah itu selesailah proses pembelajaran. Bahkan masih ada guru yang meminta murid mengerjalan soal sumatif tanpa memberi tahun tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Sungguh miris sekali, artinya murid belajar sebatas membantu guru menggugurkan kewajibannya.  Sebagai guru merdeka, harus bisa menuntun murid sesuai kebutuhan belajarnya sehingga murid tersebut memiliki kompetensi yang diinginkan, sebab murid belajar untuk  siap berkehidupan, siap menaklukkan tantang hidup yang begitu kompleks. Anak yang sejak dalam kandungan seorang ibu,  sudah memiliki bakat, minat, dan potensi yang beragam. Tidak semua anak bisa disamakan karakter, bakat, dan minatnya. Tugas seorang guru  hanya menebalkan garis itu sesuai potensi si anak yang sudah dibawanya sejak lahir.

Pelopor Pendidikan Nasional, Bapak Ki Hajar Dewantara (1959) mengutarakan bahwa Pendidikan memiliki tujuan yang sangat penting untuk kita ketahui.  Pendidikan membimbing seseorang dengan kasih sayang, penuh perhatian, dan kelembutan. Murid yang dibimbing bukan seperti adonan kue yang bisa dicetak sesuai keinginan guru. Murid adalah makhluk hidup yang sangat sempurna dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya. Diantaranya pengembangan keterampilan, pengembangan karakter dan nilai, serta pengembangan kemampuan kreatif dan inovatif. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan manusia, demi kemajuan dan untuk mencapai kebahagian yang hakiki di lingkungan masyarakat. Pendidikan juga bisa didapatkan di luar lingkungan sekolah. Sebagai insan yang merdeka murid bebas untuk memilih pendidikan.

            Pembelajaran yang memerdekakan bukan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada murid. Bebas dalam arti murid  ikut memberikan tujuan pembelajaran, bebas memberikan refleksi, bebas menentukan cara belajar, dan bebas menentukan cara evaluasi belajar. Bebas mengeluarkan pendapat terhadap yang mereka lihat dan rasakan dalam memilih materi pembelajaran sesuai dengan bidang minatnya. Pendidikan yang memerdekakan menurut Ki Hajar Dewantara adalah suatu proses pendidikan yang meletakkan unsur kebebasan anak untuk mengatur dirinya sendiri, tanpa tergantung kepada orang lain. Ia sadar akan hak dan kewajiban, pada akhirnya ia akan diterima sebagai anggota masyarakat.

            Untuk memenuhi kebutuhan setiap anak dalam belajar maka guru melakukan pembelajaran yang berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memenuhi segala kebutuhan siswa. Pembelajaran berdiferensiasi adalah solusi yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa.  Guru membuat berbagai metode untuk memberikan pembelajaran yang baik di kelas, dan menciptakan pembelajaran yang sempurna.  Artinya, pembelajaran akan berpusat dan terfokus pada kebutuhan masing-masing murid. Guru mengembangkan materi pelajaran berdasarkan pengetahuan, preferensi belajar, dan minat mereka. Sebelum melakukan pembelajaran berdiferensiasi, guru terlebih dahulu melakukan asesmen diagnostik untuk mengetahui cara belajar murid.

Waruwu, E. W., & Bilo, D. T. (2024) dalam bukunya berjudul “Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka Belajar” menjelaskan  beberapa manfaat pembelajaran berdiferensiasi, yaitu:

  1. Meningkatkan partisipasi siswa.  Dalam pembelajaran berdiferensiasi, siswa merasa lebih dihargai dan didengarkan karena materi dan aktivitas disesuaikan dengan tingkat  pemahaman mereka. Ini meningkatkan motivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
  2. Mempercepat perkembangan siswa. Pembelajaran berdiferensiasi mendorong perkembangan siswa lebih cepat.
  3. Meningkatkan pemahaman konsep. Setiap siswa memiliki kecepatan dan gaya belajar yang berbeda. Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru dapat menggunakan berbagai metode dan strategi pengajaran untuk memastikan pemahaman konsep yang lebih mendalam.
  4. Meningkatkan keterlibatan siswa. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan siswa untuk memiliki control lebih besar atas proses pembelajaran mereka.
  5. Menciptakan lingkungan inklusif sehingga setiap siswa merasa diterima dan dihormati.
  6. Memfasilitasi pengembangan keterampilan sosial. Dalam pembelajaran berdiferensiasi,  siswa sering bekerja dalam kelompok kecil atau berasal dari latar belakang yang berbeda. Ini memungkinkan siswa untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan teman sekelas yang memiliki keahlian dan pandangan yang berbeda.
  7. Meningkatkan kepercayaan diri. Ketika siswa merasa mendapatkan perhatian dan dukungan yang mereka butuhkan, mereka akan merasa lebih percaya diri dalam kemampuan mereka untuk belajar dan berkembang.

          Gaya belajar murid ada secara visual, auditori, dan kinestik. Anak yang bertipe visual lebih mengandalkan indra penglihatan dalam belajar. Sementara anak tipe auditori mengandalkan indera pendengaran untuk menangkap informasi. Adapun anak tipe kinestik perlu melakukan gerakan fisik agar bisa mengingat sesuatu. Ketika guru menemukan kebutuhan murid untuk belajar, maka digunakanlah pembelajaran berdiferensiasi di dalam kelas.

Timbul pertanyaan untuk kita, apakah ada tantangan pada pembelajaran berdiferensiasi? Pembelajaran berdiferensiasi membawa sejumlah tantangan yang perlu dihadapi, diantaranya: memerlukan waktu yang cukup lama karena guru memiliki keterbatasan waktu untuk menyampaikannya ke murid. Guru harus berpikir terus

menemukan ide-ide yang baru, dan selanjutnya adalah waktu yang tersita dalam menyediakan media pembelajaran. Untuk  langkah mengatasi tantangan ini, guru harus pandai mengelola waktu dan berdiskusi dengan rekan sejawat untuk menemukan ide-ide baik yang akan dipraktikkan. Guru bisa memanfaatkan sumber daya manusia yang ada di sekolah dan sumberdaya alam di sekitar sekolah. Setelah melakukan praktik baik ini, banyak ditemui hal-hal baru. Murid yang sebelumnya tidak memahami pelajaran tersebut, akan menerima pelajaran itu dengan baik. Terlihat kemerdekaan murid dalam belajar, mereka tidak lagi merasa terpaksa untuk belajar di sekolah. Selama ini, mereka merasakan seperti ada beban yang begitu berat, yang tidak bisa diselesaikan.

            Praktik baik yang saya lakukan di kelas pada pelajaran matematika tentang pecahan. Langkah pertama yang saya lakukan yakni membagi murid ke dalam tiga kelompok. Pembagian kelompok ini berdasarkan kebutuhan belajar murid. Sebelum saya memulai pelajaran, saya menyiapkan media dan metode pembelajaran. Murid yang memiliki kebutuhan belajar secara auditory (gaya belajar yang mengandalkan pendengaran sebagai penerima informasi), saya berikan pembelajaran lewat ceramah, sedangkan murid yang tipe belajarnya secara visual (proses pembelajaran yang mengandalkan penglihatan sebagai penerima informasi dan pengetahuan) mereka belajar dengan efektif berpikir ketika melihat gambar. Di sini saya menyiapkan gambar berwarna  yang menarik sehingga murid antusias untuk mengamati. Bagaimana dengan siswa yang belajar tipe kinestik (gaya belajar dengan melibatkan gerakan fisik, menyentuh, misalkan, mereka akan belajar dengan cara melakukan suatu keterlibatan langsung dengan sebuah persoalan). Bahan yang saya gunakan adalah buah jeruk, buah semangka, dan roti. Murid akan membelah buah sesuai soal yang saya berikan. Dengan demikian, seluruh siswa bisa menikmati proses belajar di dalam kelas. Bahkan siswa yang tipe belajar secara auditory, dan visual akan menyaksikan temannya yang melakukan praktik secara langsung.

Contoh pembelajaran berdiferensiasi: Pak Andi kedatang tamu dari luar kota. Tamu pak Andi berjumlah dua puluh empat orang. Bu Sara, istri pak Andi segera pergi ke pasar untuk membeli buah semangka. Sampai di rumah buah semangka yang berjumlah satu buah akan dipotong Bu Sara. Bu Sara memotong buah semangka sebanyak dua puluh delapan potong. Bagaimanakah bentuk pecahan yang sebenarnya?

Ketiga kelompok tersebut menyelesaikan tugas dengan beragam. Ada yang mengerjakan secara tertulis, dan ada yang menyelesaikan dengan cara praktik langsung. Murid yang menyelesaikan tugas dengan praktik, akan membelah semangka tersebut sebanyak dua puluh delapan  potong, dan dibagikan kepada dua puluh empat siswa. Setelah membagikan potongan semangka, murid akan menuliskan bentuk pecahannya di papan tulis. “bentuk pecahannya adalah 24/28” jawab siswa

Sebagai guru  yang menuntun murid saya memberikan penguatan kepada semua murid bahwa jawaban yang dikerjakan dengan cara yang berbeda, tetap hasilnya sama. Ternyata, kebutuhan belajar siswa benar-benar terpenuhi dengan pembelajaran berdiferensiasi. Tidaklah sulit membuat perubahan atau prakarsa baru di dunia pendidikan. Semoga guru-guru di seluruh Nusantara bisa berinovasi dan berkreasi  dengan baik hingga akhirnya melahirkan muris-murid yang siap bersaing di dunia pekerjaan.

Semoga…

Daftar Pustaka

Waruwu, E. W., & Bilo, D. T. (2024). Pembelajaran Berdiferensiasi Dalam Kurikulum Merdeka Belajar: Strategi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pendidikan Agama Kristen. Sinar Kasih: Jurnal Pendidikan Agama dan Filsafat, 2(2), 254-268.

<