Oleh : Junita Afni, S. Pd
Guru SDN 091604 Bandar Jambu Kab. Simalungun
Pendahuluan
Sudah menjadi keniscayaan bahwa kemajuan zaman menimbulkan perubahan pada berbagai sisi kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Perkembangan era digital yang sangat pesat menimbulkan tantangan baru di dunia pendidikan. Hal yang dianggap paling krusial adalah bagaimana mempersiapkan generasi muda menghadapi masa depan dengan paradigma baru yang lebih dinamis. Hal ini mengakibatkan paradigma pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru mulai dipertanyakan relevansinya bagi tuntutan kemajuan zaman. Sebagai gantinya, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid semakin populer dan mendapat perhatian khusus.
Pada artikel ini, saya akan mengulas secara komprehensif konsep pembelajaran berpusat pada murid, ciri-ciri, manfaat, penerapan, serta tantangan dan solusi dalam penerapannya secara efektif. Tujuannya adalah untuk menambah wawasan bagi para guru, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya tentang potensi pendekatan ini bagi transformasi pendidikan untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman.
Memahami Pembelajaran Berpusat pada Murid
Pembelajaran yang berpusat (sering juga disebut dengan istilah berpihak, menghamba) pada murid bukanlah sebuah tren baru dalam dunia pendidikan. Ini adalah sebuah model pendidikan yang menempatkan murid sebagai pemain utama, subjek, pusat, bahkan motor utama pada proses belajar. Murid tidak lagi dianggap sebagai wadah kosong yang perlu diisi dengan pengetahuan, melainkan sebagai individu yang memiliki potensi, minat, dan cara belajar yang unik Hal ini tentu bertolak belakang dengan model konvensional yang meletakkan peran guru sebagai pusat pembelajaran dan sumber belajar utama,
Sejalan dengan hal itu, peran guru bergeser dari seorang pengajar yang mentransfer ilmu menjadi seorang fasilitator yang mendampingi, membimbing (among), serta memfasilitasi proses belajar murid. Sebagai contoh, dapat kita bayangkan sebuah kelas dengan suasana hidup, dimana murid terlibat diskusi secara aktif, bereksperimen, dan memecahkan masalah bersama-sama. Di lain sisi, guru berkeliling memastikan proses belajar berjalan dengan baik sembari memberikan bimbingan dan dukungan ketika diperlukan. Pembelajaran seperti ini tentu lebih memberikan makna bagi murid. Seperti inilah gambaran pembelajaran yang berpusat pada murid, yaitu sebuah pendekatan yang mengubah paradigma tradisional tentang bagaimana seharusnya proses belajar berlangsung
Lebih lanjut, pembelajaran berpusat pada murid merupakan sebuah konsep dimana terdapat pergeseran mendasar dalam cara kita memandang bagaimana proses belajar-mengajar berlangsung. Konsep ini yang memiliki landasan teoretis yang kuat, bersumber pada teori-teori belajar seperti konstruktivisme, kognitivisme, dan humanisme.
Pada teori konstruktivisme yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Jean Piaget dan Lev Vygotsky, terdapat sebuah penekanan (highlight) bahwa pembelajar membangun ilmu pengetahuannya sendiri secara aktif melalui pengalaman belajar, bukan sekadar hasil transfer ilmu dari guru ke murid. Lebih lanjut, Vygotsky (1978) dalam teorinya tentang zona perkembangan proksimal (ZPD) memberi penekanan tentang langkah yang dapat ditempuh oleh pengajar untuk membiarkan anak belajar mandiri dan mengembangkan potensi diri melalui konsep untuk berpikir mandiri. Jadi, proses belajar dimulai ketika anak memiliki kesiapan mental untuk itu, sementara guru melakukan bimbingan yang dibutuhkan murid ketika proses belajar tersebut berlangsung. Prinsip-prinsip pada teori konstruktivisme inilah yang menjadi landasan konsep pembelajaran yang berpusat pada murid. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan di mana siswa dapat berkolaborasi, berdiskusi, dan memecahkan masalah bersama.
Selanjutnya, teori kognitivisme, yang dipelopori oleh Jerome Bruner, menekankan pentingnya proses mental internal dalam pembelajaran. Dalam teorinya, Bruner (1960) mengemukakan konsep pembelajaran penemuan (discovery learning) di mana murid distimulasi untuk menemukan prinsip-prinsip dan hubungan-hubungan melalui hasil pengalaman pada saat proses belajar berlangsung. Terlihat bahwa prinsip pada teori ini juga diadopsi oleh konsep pembelajaran yang berpusat pada murid dengan cara memberikan kesempatan pada siswa untuk mengeksplorasi, bereksperimen, dan menemukan pengetahuan secara mandiri dari pengalaman langsung.
Kemudian, terdapat prinsip pada teori humanisme, yang dikembangkan oleh Carl Rogers dan Abraham Maslow, dimana pengembangan diri secara holistik adalah suatu hal yang dianggap sangat penting. Teori ini juga dikenal sebagai teori “apa yang harus dipelajari” atau kurikulum terbuka, menempatkan perhatian terhadap kebutuhan dasar siswa, seperti kesehatan, keselamatan, keamanan, dan kasih sayang. Pendidikan yang berpusat pada murid juga mengadopsi teori ini dengan memperhatikan aspek emosional, motivasi intrinsik, dan aktualisasi diri siswa dalam proses pembelajaran.